Dari 2.257 program studi yang ada di pendidikan
tinggi kesehatan, sebanyak 958 program studi belum terakreditasi. Perihal 118
program studi lain yang terakreditasi, masa akreditasinya sudah kedaluwarsa.
Persoalan ini mengemuka dalam konferensi tahunan
ke-3 Health Professional Education Quality (HPEQ) yang diikuti tujuh asosiasi
profesi dan institusi pendidikan tinggi yang digelar di Jakarta, Kamis (8/11).
Konferensi dengan tema ”Mengangkat Budaya Akademik Melalui Pembangunan
Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Rangka Mengintegrasikan Sistem
Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan” ini juga dilaksanakan secara video conference di Pontianak, Medan, Bogor,
Yogyakarta, Bali, Malang, dan Makassar.
Dalam konferensi itu terungkap, penjaminan mutu
pendidikan kesehatan bukan hanya pada institusinya, melainkan juga lulusannya.
Institusi pendidikan kesehatan terutama di bidang kedokteran, kedokteran gigi,
keperawatan, kebidanan, kefarmasian, gizi, dan kesehatan masyarakat.
Illa Saillah, Direktur Pembelajaran dan
Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemdikbud), mengatakan, program studi yang belum terakreditasi itu
terutama untuk perguruan tinggi kesehatan yang baru.
”Akan tetapi, ada juga perguruan tinggi
kesehatan yang tidak peduli untuk mengurus akreditasinya sehingga kedaluwarsa,”
kata Illa Saillah.
Tetap legal
Berkat adanya UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi, secara otomatis program studi yang belum terakreditasi dan
kedaluwarsa dianggap terakreditasi minimal. Dengan demikian, perguruan tinggi
kesehatan tersebut legal untuk mengeluarkan ijazah lulusannya.
”Tetapi, perguruan tinggi yang bersangkutan
harus memasukkan datanya ke pangkalan data Pendidikan Tinggi Kemdikbud. Jika
ingin meningkatkan akreditasinya, harus diurus,” kata Illa Saillah.
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang
Pendidikan Musliar Kasim dalam pembukaan mengatakan, pendidikan tinggi
kesehatan harus menjamin mutu institusi dan lulusannya.
”Kita harus bisa meningkatkan daya saing
pendidikan tinggi kesehatan agar bisa meningkatkan layanan kesehatan bagi
masyarakat dan memiliki daya saing dengan tenaga kesehatan dari negara-negara
lain,” kata Musliar.
Musliar mengingatkan supaya penjaminan mutu
pendidikan tinggi kesehatan benar-benar dilaksanakan. Kemdikbud menyambut baik
inisiatif dari organisasi kesehatan untuk menyiapkan lembaga akreditasi mandiri
pendidikan tinggi kesehatan.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud
Djoko Santoso mengatakan, pendidikan tinggi kesehatan tidak hanya memfokuskan
pada pengembangan standardisasi, tetapi juga harus mengembangkan penelitian
kesehatan di Indonesia.
”Kalau Indonesia tidak mengembangkan penelitian
kesehatan, kita akan rugi. Sebab, kita akan selalu membayar mahal dan jadi
pasar. Padahal, bahan-bahannya ada di Indonesia,” kata Djoko. (ELN)
Jumat, 09 November 2012
958 Program Studi Tak Terakreditasi
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar